• Admin
  • 27 April 2024

JAYAPURA, KOMPAS.com - Perkembangan ekonomi di Papua, sebelum dimekarkan menjadi empat provinsi, terus didominasi oleh sektor tambang yang berada di Kabupaten Mimika.

Upaya untuk meningkatkan perekonomian dari sektor non tambang terus dilakukan walau secara kuantitas masih belum memperoleh hasil signifikan.
Dari beberapa komoditas yang ada, kopi menjadi salah satu komoditas yang terus diupayakan untuk bisa menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua, khususnya di wilayah pegunungan.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Papua, sejak 7 tahun terakhir, sudah menggelar Festival Kopi Papua sebanyak enam kali.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti yang hadir dalam Festival Kopi Papua 2023 menyebut, area perkebunan kopi di Papua baru seluas 13.991 hektare dengan jumlah produksi sebesar 2.799 ton per tahun.
Berdasarkan data tersebut, kontribusi luas perkebunan kopi di Papua terhadap nasional baru sebesar 1,09 persen dan share jumlah produksi kopi di Papua terhadap nasional adalah 0,35 persen.

 *Namun hal ini menggambarkan bahwa masih terdapat peluang yang sangat besar untuk terus mengembangkan industri kopi di Papua mengingat potensi Kopi Papua yang sangat tinggi," ujar Destry, di Jayapura, Jumat (4/8/2023).

Walau secara kuantitas masih sangat kecil, Destry menyebut biji Kopi Papua diminati pasar nasional dan internasional karena memiliki cita rasa yang unik.

Karenanya pengembangan area perkebunan diharapkan dapat terus dilakukan agar sisi kualitas Kopi Papua bisa diiringi dengan faktor kuantitas.
"Di lain sisi, kita perlu lihat juga dari sisi kualitas, mengingat Kopi dari Papua didominasi oleh kopi Arabica dengan kualitas premium. Kopi Arabica dari Papua berasal dari daerah dataran tinggi Papua yaitu Kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Paniai, Lanny Jaya dan lainnya," tuturnya.

Jepang minati kopi Papua

Wanginya nama kopi Papua yang didominasi oleh jenis biji kopi Arabika rupanya memang sudah tercium ke pasar mancanegara. Hanya saja minat itu tidak bisa diimbangi oleh keadaan stok.

Glorio Ledang selaku pemilik Jurnal Kopi Papua menceritakan bahwa sudah beberapa kali dirinya berkomunikasi dengan calon pembeli dari luar negeri, tetapi hingga saat ini realisasinya tidak juga ada karena faktor kuantitas.

"Saya tahun lalu kerjasama dengan trader, kita trial satu tahun tapi kuotanya kita tidak dapat," akunya.

Sementara saat ini, sudah ada beberapa calon pembeli yang dari sisi nominal sangat menggiurkan.
Tetapi lagi-lagi keadaan stok biji kopi yang inkonsisten membuat hal itu belum juga terwujud.
"Kebanyakan sekarang buyer kopi perusahaan dari Jepang. Pembeli dari luar negeri mereka sekali beli hitungannya tonase. Kalau harga, orang Jepang tidak pernah tawar," kata Rio.

Rio yang secara rutin membeli biji kopi dari Kabupaten Pegunungan Bintang dan Lanny Jaya, menjelaskan bahwa rasa dari biji kopi Papua sangat diminati oleh pasar luar negeri.

Hal ini yang ia anggap sebagai kesempatan besar untuk dapat mengangkat perekonomian para petani kopi yang umumnya berada di wilayah pegunungan.

"Buyer selalu bilang Kopi Papua ini bagus, kopinya sudah enak, rasanya unik, lebih kompleks dan kaya," ungkapnya.

Pasar lokal kopi Papua

Keberadaan biji kopi Papua yang tersebar di beberapa kabupaten, tidak hanya sulit untuk bisa memenuhi permintaan pasar nasional atau internasional, tetapi untuk kebutuhan lokal pun terkadang belum cukup.

Reza Prayoga, pemilik Kopi Djuang, menjelaskan bahwa sejak berdiri pada 2019, ia selalu berusaha menggunakan biji kopi lokal, tetapi ada di saat tertentu tempat usahanya harus menggunakan produk dari luar Papua karena kekosongan stok biji kopi lokal.

Ia menyebut saat ini jumlah pasokan biji kopi dari dalam Papua sudah mulai membaik walau belum bisa dijual keluar karena khawatir kedainya kehabisan stok.

"Sudah ada pembeli dari luar Papua yang menghubungi, tapi saya belum lepas, masih mau memenuhi kebutuhan di kedai sendiri dulu," kata Yoga.

Ia yang sudah memiliki alat pemanggang biji kopi, masih berusaha untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar di Jayapura karena pasokan biji kopi Papua belum konsisten.

"Pemakaian di Kopi Djuang rata-rata perbulannya 100 kg, sisanya dibeli oleh kedai kopi lain yang ada di Jayapura, Timika dan Jayawijaya," sebutnya.

Saat ini Yoga mendatangkan biji kopi dari beberapa daerah, yaitu Jayawijaya, Lanny Jaya, Pegunungan Bintang dan Yahukimo.

Untuk mengembangkan usahanya, ia pun sudah mulai menjual biji kopi dalam kemasan kecil yang biasa dibeli sebagai oleh-oleh.

Menurut dia, cukup banyak orang yang hendak ke Jakarta atau daerah lainnya, menghubunginya untuk mencari biji kopi Papua guna dijadikan cinderamata.

Hal ini dikarenakan cita rasa biji kopi asal Papua sudah terkenal dengan kualitasnya sehingga para pecinta kopi sangat senang saat diberi oleh-oleh berupa biji kopi Papua.

"Memang biji kopi dari Papua ini istimewa di banding daerah lain di Indonesia, rasanya unik, sekarang sering dibeli untuk cinderamata," aku Yoga.

Sejahterakan masyarakat  

Sebagian besar masyarakat di wilayah pegunungan Papua masih bergantung pada hasil bumi. Selain karena sulitnya akses transportasi, minimnya lapangan kerja juga menjadi penyebabnya.

Ketika kopi Papua mulai dikenal di pasar luas, muncul harapan baru bagi para petaninya, seperti yang diakui oleh Moses Jigibalom.

Sejauh ini Moses sudah melayani pembeli dari Jakarta dan Kalimantan, walau sebagian besar biji kopinya diserap oleh pasar di Jayapura.

Ia yang baru berusia 29 tahun, mengaku sudah beberapa tahun fokus menjadi petani dan pengepul kopi di Lanny Jaya.

Menurut dia, sejauh ini kondisi perekonomiannya terus membaik karena berapa pun biji kopi yang ia hasilkan dan kumpulkan, pasti ada pembelinya.

"Kita satu tahun bisa mencapai 2 ton dalam bentuk gabah, setelah diolah jumlahnya jadi sekitar 1 ton. Stok yang ada semua ada yang beli, jadi kalau ada peningkatan produksi semua terserap," kata Moses.

Ia mengaku saat ini kehidupannya semakin mapan karena kopi. "Untuk menghidupi keluarga dari kopi, saat ini jadi nyata, saya sendiri kalau untuk kehidupan sehari-hari sudah lebih dari itu asal kita fokus kerja kopi," tuturnya.

Tetapi ia juga mengkhawatirkan keberadaan kebun kopi di masa depan. Hal ini dikarenakan para petani kopi di Lainnya Jaya merupakan para orang tua yang usainya sudah di atas 40 tahun.

Generasi muda, atau orang-orang sebayanya dilihat Moses masih lebih tertarik untuk mengejar profesi lain, seperti ASN atau juga politikus.

"Sekarang petani kopi di Lanny Jaya umumnya orang-orang tua, yang seumuran dengan saya belum ada, bisa di bilang saya paling muda," ungkapnya.

Moses pun berharap pemerintah bisa lebih proaktif turun melihat para petani agar kopi bisa segera menjadi sebuah industri yang dapat menarik minat para pemuda.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah untuk bisa membantu kebutuhan para petani, khususnya petani kopi.

Karena Lanny Jaya merupakan wilayah pegunungan yang lokasinya lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut, maka para petani sangat membutuhkan batuan tempat penjemuran biji kopi.

 

"Sebenarnya di Tiom (Lanny Jaya) tanahnya sangat subur, tapi pemerintah belum pernah melihat secara langsung ke petani. Saat ini semua bergerak secara swadaya, kami sangat butuh tempat penjemuran kopi karena para petani tidak hanya menanam kopi, tapi juga hasil bumi lain, sementara di sini curah hujan cukup tinggi," ungkap Moses.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat ditekankan oleh Moses harus menjadi fokus utama dari pemerintah, terlebih bagi mereka yang hidup di wilayah pelosok yang infrastrukturnya masih tertinggal dari daerah lain di Indonesia.

Dengan campur tangan pemerintah, ia meyakini kopi di Lanny Jaya bisa dapat menjadi sebuah industri yang akan berdampak pada sektor kehidupan lain sehingga masyarakat di pelosok Papua bisa benar-benar merasakan keadilan yang sama dengan masyarakat lain yang ada di Indonesia.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/06/161141178/kopi-harapan-baru-untuk-peningkatan-ekonomi-di-papua?page=all#google_vignette